Pada
edisi bulan Juni ini, saya menulis tentang ruang baca. Sebuah edisi khusus yang
membahas tentang buku-buku yang ‘dulu’ pernah saya baca. saya menuliskan kembali catatan-catatan tentang buku yang pernah saya
baca tersebut di edisi ruang baca. Meskipun dengan segala keterbatasan tulisan
dan bahan (karena saya tidak bisa menyertakan foto dari buku-buku tersebut
karena kebetulan buku yang saya baca tersebut buku pinjaman di perpustakaan
atau di rumah baca) maka dengan sangat terpaksa tidak ada dokumentasinya.
So, Check
this one !
Judul
Buku : Pulau Cinta di
Peta Buta
Penulis : Raudal Tanjung Banua
Penerbit : Jendela
Tahun
Terbit : Juli 2003
Jumlah
Halaman : xii + 177 hlm
Secara garis
besar, buku ini menceritakan tentang Masalah Timor Leste, pergolakan Aceh,
masalah TKI, dan masalah modernisme. Beberapa masalah di atas merupakan masalah
klasik negeri ini, yang dari tahun ke tahun bukannya berkurang tapi terus
bertambah dan merembet ke berbagai dimensi kehidupan. Rasanya masih teringat
jelas berita penyiksaan TKI oleh majikannya, berita pelecehan TKW oleh sang
majikan, dan berita perlakuan tak manuasiawi terhadap TKI. Dari tahun ke tahun
permasalahan tersebut masih sering muncul ke permukaan. Belum lagi masalah
lainnya seperti modernisasi, kemiskinan dan masalah pelanggaran HAM di Aceh
(pada masa sebelum reformasi) dan masalah Timor Leste (sebelum merdeka).
Masalah-masalah tersebut dikisahkan oleh Bung Raudal dengan sangat manusiawi
dan sangat tajam, seakan-akan mampu menyayat-nyayat rasa kemanusiaan kita.
Kritik yang tajam dan kadang menyentuh ditulis dengan begitu mempesona oleh
Bung Raudal.
Sebagai seorang penulis, Bung Raudal
bukan hanya ahli dalam merangkai kata-kata indah tetapi beliau juga ahli
membungkus makna dalam kata-kata indah tersebut. Beliau tidak mau hanya
menyuguhkan kata-kata indah tapi kosong maknanya. Sehingga bisa dilihat dari
seluruh kumpulan cerpen ini, kekonsistenan Bung Raudal dalam memberi makna pada
kata-kata indah dalam tulisannya. Selain keahlian dalam memberi filosofi pada
kata-kata tulisannya, Bung Raudal juga sangat kritis dalam menyikapi
masalah-masalah kemanusiaan. Misalnya dalam cerita “Elegi Kantor Pos”, Bung
Raudal menyindir rekan-rekan penulis yang hanya mementingkan kepentingan
indidualnya tanpa mau tahu tentang apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya,
apa yang menimpa manusia-manusia yang ada sekitanya dan apa yang menimpa
bangsanya.
Berbagai cerita
yang ada di buku ini menarik untuk dibaca. Tema-tema politik yang begitu
meninjol dan humanisme yang kental, memaksa para pembacanya untuk memikirkan
apa yang terjadi di cerita ini. Buku ini telah mengajak kita untuk menyusuri
samudra kata tentang negeri tercinta ini. Para pembaca diajak untuk membaca
realitas yang dihadapi oleh negeri ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar