Ruang Baca

Ruang Baca

Kamis, 01 Mei 2025

Mengapa tidak di Metropolitan?

 Mengapa tidak di Jakarta? Setelah beberapa tahun hiruk pikuk merasakan atmosfer kehidupan metropolitan, ada rasa lelah yang tak tertahankan, bukan ke lelah fisik, (karena dimanapun berada yang namanya kerja pasti akan lelah dan capek secara fisik meskipun hanya sebentar) ini lebih ke lelah pikiran? Setiap hari menghadapi kemacetan di jalan, terus sumpah serapah para penghuni jalan, klo menghindari macet menggunakan kendaraan pribadi, harus berebutan naik kendaraan umum. Rasanya hidup hanya habis di jalanan. 




Bagi pribadi yang dilahirkan di kampung yang sepi dan asri, hal seperti ini adalah tekanan batin. Rasanya seperti hidup di dunia yang lain klo tinggal di tempat yang hectic seperti ini.


 Sehingga dikit-dikit butuh healing, butuh cooling down ke tempat yang menenangkan. Sampai akhirnya menyerah dan memilih tinggal di tempat yang masih bisa kompromi dengan segala yang melelahkan secara pikiran.



2 komentar:

  1. Bener kan, lelah pikiran itu lebih berat rasanya daripada lelah fisik.
    Lelah fisik tidur juga kembali pulih, tapi lelah pikiran kayak nggak kemana mana, muter muter situ aja.
    Aku sempat nge-hang gara - gara ini. Kepala jadi sakit kalau mikir berat. Harus istirahat total 2 minggu full baru kembali normal.
    Jadi kamu pindah ra?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kyk capek bgt. Kualitas hidup jadi nurun. Mencoba tetap waras dengan kelelahan pikiran.

      Pindah kerjanya sekarang di daerah pinggiran. Ke kota hanya klo butuh sj.

      Hapus